Minggu, 10 Mei 2009

Budayakan DARLING

Pendahuluan
Telah dikemukakan parahnya kerusakan sumberdaya alami yang sudah pada tingkat kritis, baik di Jawa maupun di kawasan luar Jawa dan merupakan ancaman yang membahakan kehidupan ataupun kelangsungan hidup manusia.
Masalah sepenting itu, yang menyangkut jantung atau inti kehidupan masyarakat seluruhnya sepanjang masa, dalam tulisan ini akan lebih banyak disoroti dari segi manusiawi, kemiskinan, martabat manusia dan akhlak atau moral dalam kaitannya dengan ajaran Kristiani dan Islam. Tidaklah ayal bahwa masalah kekayaan alam dan lingkungan hidup mendapat tempat yang khas pula dalam ajaran agama-agama lainnya.

Kerusakan lingkungan hidup dan kemiskinan.
Sumber daya alami : tanah, air dan udara adalah tiang-tiang induk kehidupan manusia maupun makhluk hidup lainnya yang membentuk sistem ekologi dalam lingkungan hidup masing-masing menurut keadaan setempat atau daerah yang bersangkutan. Kerusakan sumberdaya alami berarti pula kerusakan lingkungan hidup dan sistem ekologinya yang mengakibatkan kelangkaan-kelangkaan dan pencemaran-pencamaran dengan bentuk maupun sifatnya yang beraneka ragam.
Daya dukung lingkungan hidup bagi kehidupan dan kemajuan hidup masyarakat yang bersangkutan sangat tergantung dari daya dukung sumber-sumber alami dan kebijaksanaan masyarakat itu sendiri dalam mengelola lingkungan hidupnya.
Manusia dengan akal budinya, pengetahuan yang dimiliki dan keterampilan dalam usaha-usahanya memelihara kelestarian daya dukung lingkungan hidupnya dengan menjalankan penjagaan, pemugaran ataupun pengawetan. Bahkan dengan pengelolaan yang bijaksana, manusia dapat meningkatkan daya dukung lingkungan hidupnya. Namun daya dukung lingkungan hidupnya dengan sumber-sumber alamnya maupun sistem ekologinya mempunyai keterbatasan yang tidak dapat dilanggar begitu saja, tanpa mendatangkan kerugian-kerugian bagi kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Pertambahan penduduk, peningkatan serta perluasan kegiatan masyarakat dalam usahanya mencukupi tuntutan hidup dan tambah intensifnya pendayagunaan ataupun pengolahan sumberdaya alami memberikan tekanan-tekanan pada daya dukung lingkungan hidup. Terjadi penurunan daya dukung lingkungan hidup yang membawakan kelangkaan-kelangkaan baru ataupun penciutan kesempatan kerja yang bermuara pada kemiskinan.
Kemiskinan berpangkal pada susutnya daya dukung lingkungan hidup. Sebaliknya, kemiskinan juga menyebabkan merosotnya daya dukung dan pencemaran lingkungan hidup. Kemerosotan daya dukung lingkungan hidup dan kemiskinan merupakan dua masalah yang bergandengan dan saling mempengaruhi ke arah keadaan yang lebih parah dengan segala seginya.
Dalam masalah penyusutan daya dukung lingkungan hidup, yang pertama=pertama menanggung akibatnya adalah bagian masyarakat yang yang sudah hidup dalam keadaan miskin. Didalam lingkungan hidup yang daya dukung sumber-sumber alamnya sudah dalam keadaan yang makin menyusut, kehidupan masyarakat yang sudah pada tingkat miskin akan melaju bertambah miskin. Terjadi perluasan kemiskinan pada bagian besar penduduk, sedangkan dikutub lain terjadi pemusatan kekayaan serta kemakmuran pada segolongan kecil masyarakat.
Pola kehidupan masyarakat mempertontonkan perbedaan tingkat hidup sosial dan ekonomi yang menyolok. Berlangsung penguasaan golongan kecil masyarakat atas kehidupan bagian besar rakyat, baik sosial, ekonomi, budaya dan politik. Kesempatan maupun kemampuan untuk meraih kemajuan hidup terpusat pada golongan kecil masyarakat. Bagian besar masyarakat menjadi tambah terkebelakang dan terkucil dari semua segi kehidupan nasional. Kemiskinan adalah suatu bentuk kenistaan dan merendahkan martabat manusia.

Kemiskinan adalah tantangan pembangunan.
Kemiskinan masih merajai kehidupan bagian terbesar rakyat Indonesia. Kemiskinan yang membelenggu bagian besar masyarakat sebagai lingkaran setan yang ganas merupakan masalah besar dan tantangan pembangunan Indonesia.
Kemiskinan dengan segala seginya meliputi masalah yang luas. Tidak saja dalam arti lahiriah, seperti kurang makan ataupun tidak memiliki kekayaan dan taraf kehidupan kebendaan rendah. Akan tetapi meliputi keterbelakangan sosial disegi pendidikan akan pengetahuan, miskin keterampilan olah-pikir maupun keterampilan badaniah. Kemiskinan merupakan sumber segala hambatan bagi manusia untuk mencapai jenjang kehidupan yang lebih maju serta lebih sejahtera, baik lahiriah, sosial, budaya dan spiritual.
Kemiskinan adalah suatu taraf kehidupan yang merendahkan mertabat manusia, menyebabkan pengasingan diri serta membudayakan rasa rendah diri dan menjadi manusia bersikap acuh tak acuh atau apatis. Selanjutnya merupakan penghambat kemajuan bangsa serta menyebabkan keterbatasan partisipasi masyarakat dalam kehidupan bangsa maupun pembangunan nasional. Adanya kemiskinan menunjukkan pola serta susunan masyarakat yang kurang sekali memperhatikan ataupun menghargai keadilan sosial. Selama masih ada kemiskinan, selama itu pula belum ada keadilan sosial. Kebersamaan serta setiakawan sosial tidak pula ada. Kemiskinan bukan saja masalah sosial dan ekonomi, melainkan masalah manusiawi dan politik. Kemiskinan sebagai pencemaran bangsa dan sebagai matarantai dalam ketahanan nasional adalah masalah politik, selain sebagai tuntutan akan pelaksanaan atau pengalaman Pancasila yang melandasi segala segi kehidupan bangsa Indonesia. Masalah kemiskinan bukan saja masalah masyarakat kini, akan tetapi menyangkut pula hari depan masyarakat keturunannya. Masalah kemiskinan yang terus berlarut-larut tanpa diusahakan pemecahannya sampai pada akar-akarnya akan menutup cakrawala bagian besar masyarakat dengan awan yang gelap.

Masalahnya kurang dihayati.
Masalah kemiskinan yang masih menghantui kehidupan bangsa Indonesia kurang sekali dirasakan serta dihayati oleh masyarakat sendiri sebagai masalah manusiawi ataupun sebagai masalah keadilan sosial dan masalah politik. Terutama oleh golongan masyarakat yang sudah hidup enak dan memiliki kelebihan-kelebihan atas rata-rata taraf kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Kurang sekali dihayati betapa kejamnya kemiskinan yang merendahkan martabat manusia, baik dikota dan terutama di pedesaan. Ledakan-ledakan kurang pangan, letusan-letusan berbagai penyakit, keterbelakangan pelayanan pendidikan sekolah maupun keterampilan serta kesehatan, taraf kehidupan sosial yang rendah, keterbatasan jaringan pengangkutan, ataupun perhubungan dan fasilitas kredit serta pemasaran adalah ciri-ciri kehidupan dipedesaan. Masalah yang meliputi 80% penduduk Indonesia itu benar-benar memprihatinkan. Lebih prihatin lagi bahwa golongan masyarakat yang berada, memiliki kelebihan-kelebihan dan memegang kunci perkembangan masyarakat kurang sekali perhatiannya tarhadap masalah kemiskinan yang menjalin kehidupan bangsa, malah bersikap tidak acuh. Kenyataan yang pahit itu menyangkut akhlak dan pola berpikir. Akhlak dengan pola berpikir serta tingkah laku yang menjurus pada pencapaian kepentingan sendiri menonjol sekali dalam kehidupan serta perkembangan masyarakat nasional. Pola kebijaksanaan pembangunan nasional kurang jelas menunjukkan keseimbangan antara pencapaian kemajuan ekonomi dan memerangi kemiskinan. Tiada prioritas serta pernyataan poltik untuk sungguh-sungguh “perang” melawan kemiskinan. Tidak dirasakan adanya siasat serta tindakan pengerahan segala pemikiran serta peralatan dan kekuatan taktis untuk mencapai kemenangan “perang” atas kemiskinan. Pencapaian kemajuan ekonomi dengan pertumbuhan yang mantap belum berarti menang “perang” melawan kemiskinan. Kebijaksanaan pertumbuhan ekonomi tanpa siasat “perang” melawan kemiskinan secara menyeluruh mungkin sekali malah melebarkan jurang pemisah antara golongan berpunya dengan golongan besar masyarakat yang miskin.

Besumber pada ulah tingkah manusia.
Adanya kemiskinan tidak dapat dipersalahkan kepada pihak lain, melainkan bersumber pada ulah dan tingkah laku manusia sendiri. Untuk mengejar kemajuan ekonomi serta kenikmatan hidup materil, kegiatan dan pemikiran manusia dicurahkan secara intensif untuk mendayagunakan kekayaan alam dengan penterapan ilmu pengetahuan, penemuan-penemuan baru dan tehnologi, tanpa dijalankan usaha-usaha pengawetan ataupun pemeliharaan kelestarian daya dukung sumber-sumber alami. Manusia tidak cermat dan bijaksana dalam mendayagunakan serta mengelola kekayaan alam yang menghidupi dirinya. Bahkan manusia dengan keangkuhannyalah yang hendak menguasai serta menundukkan hukum-hukum alam, malah menjadi perusak sumberdaya alami serta lingkungan hidupnya. Manusia dengan angkuhnya ingkar akan kekuasaan Allah yang menciptakan dirinya dan melimpahkan kemurahan-Nya serta karunia-Nya berupa alam raya seisinya kepadanya untuk dinikmati kegunaannya serta dikelola sebaik-baiknya sebagai tanggung jawabnya maupun sebagai penghayatan imannya kepada Allah. Masalah itu terjalin sacara khusus dalam ajaran tiap agama sebagai sendi akhlak ataupun moral manusia dalam hubungannya dengan pendayagunaan semua sumberdaya alami.
Betapa juga kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang dicapai manusia, namun hidupnya maupun kelangsungan hidupnya tetap tergantung dari alam raya dengan segala isinya. Manusia tidak dapat ingkar akan hukum alam yang diciptakan Tuhan, tanpa membinasakan dirinya sendiri.

Membudayakan akhlak lingkungan hidup.
Untuk menghindari sumberdaya alami dan lingkungn hidup dari bencana kerusakan, kiranya perlu dijalankan usaha-usaha ke arah mengalihkan cara berpikir manusia dalam memperlakukan sumber daya alami bagi kelestarian serta kebahagiaan hidupnya sendiri. Dalam hal ini, pendidikan, penerangan serta penyuluhan mempunyai peranan penting.
Pendidikan harus berarti pendidikan pada diri sendiri, selain menanamkan pengertian serta menumbuhkan kesadaran pada orang lain. Masalah pengelola kelestarian daya dukung sumber daya alami maupun lingkungan hidup menyangkut kepentingan semua lapisan masyarakat. Dalam hubungan itu, pendidikan dan penyuluhan mengenai lingkungan hidup perlu dikerjakan secara luas, merata, serta intensif dan meliputi semua golongan masyarakat. Janganlah seperti biasanya hanya ditujukan pada rakyat kebanyakan yang sebenarnya sedikit kesalahannya dalam pengerusakan sumber daya alami maupun lingkungan hidup. Dengan pendekatan-pendekatan yang bijaksana, pendidikan serta penyuluhan lingkungan hidup ditujukan antara lain:
1. Memberikan pengertian akan lingkup sumber-sumber alami dalam hubungannya dengan kehidupan manusia,
2. Memberikan pengertian akan kaitan-kaitannya antar sumber-sumber alami secara ekologi,
3. Memberikan penyuluhan akan bahaya-bahaya kerusakan sumber-sumber alami maupun lungkungan hidup,
4. Menumbuhkan sadar lingkungan,
5. Membudayakan sadar lingkungan hidup di kalangan masyarakat luas,
6. Menumbuhkan serta mengembangkan kelompok-kelompok pencinta lingkungan alam untuk meluaskan sadar lingkungan di kalangan masyarakat ramai.
Pendidikan lingkungan hidup lewat sekolah mulai Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi tidak akan banyak artinya, jika pandangan, sikap hidup, tingkah laku dan akhlak atau moral masyarakat tidak berubah. Karenanya perlu diimbangi dengan pendidikan maupun penyuluhan lewat semua saluran atau perangkat media di luar sekolah, baik yang formil resmi maupun saluran-saluran ataupun perangkat media yang dikelola oleh masyarakat sendiri, mulai dari keluarga sebagai satuan perangkat terkecil.
Pendidikan maupun penyuluhan mengenai lingkungan hidup adalah cara untuk menanamkan pengertian akan alam raya dengan hukum-hukumnya, masalah lingkungan hidup dengan sistim ekologinya, sebab-sebab pencemaran ataupun kerusakan sumberdaya alami serta lingkungan hidup dalam hubungannya dengan kehidupan manusia berdasarkan ilmu pengetahuan. Namun pengertian apa saja tidak akan cukup untuk menanamkan sadar lingkungan sehingga membudaya dalam kehidupan masyarakat. Masalah itu menyangkut akhlak atau moral dan sadar diri sebagai manusia akan tempatnya dalam alam raya dan hubungannya dengan sesama manusia dalam hidup bermasyarakat, dengan kehidupan lainnya dalam alam dan dalam hubungannya dengan Allah, pencipta alam semesta dengan segala isinya, termasuk manusia.
Sebenarnya UUD-1945, pasal 33 ayat 3 sudah merupakan sendi moral dalam mendayagunakan kekayaan alam. Selanjutnya soal moral itu ditegaskan lagi dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, pasal 1, ayat 2 dan 3, yang menyatakan bahwa bumi, air dan ruang angkasa sebagai kekayaan alam Indonesia adalah karunia Allah dengan hubungan antara bangsa Indonesia dengan kekayaan alam yang bersifat abadi.
Sayang sekali bahwa sendi moral itu selama ini terlepas dari perhatian, dan tidak dijabarkan sebagai landasan pembangunan yang pada umumnya dilaksanakan dengan pendayagunaan tanah dan air atau dalam sistem ekologi alami. Akibatnya memukul kembali dengan tambah meluasnya tanah kritis, banjir secara rutin, rusaknya tata-air dan pencemaran lingkungan yang harus ditebus dengan biaya sosial yang mahal sekali.
Manusia pada dirinya adalah obyek, subyek dan pribadi yang perlu akan hubungan secara mendatar denga sesama manusia atau masyarakat di satu pihak dan dengan satuan-satuan kehidupan alamiah di lain pihak. Secara tegak adalah hubungan dengan yang menciptakn dirinya serta alam semesta. Hubungan segi tiga itu tidak terpisahkan dari penemuan diri dan sadar diri akan tempatnya dalam alam semesta yang ia menjadi bagian mutlak dan hidup didalamnya. Sadar diri akan tempatnya dalam alam semesta adalah moral dengan kehadirannya, baik dalam hubungan dengan sesama ciptaan Allah maupun dengan Allah Maha Pencipta.
Sebagai obyek serta subyek dalam lingkup pancasila dengan kepercayaan kepada Tuhan sebagai sila pertama, peranan manusia dalam hubungan timbal balik manusia dengan alam tidak saja didasarkan secara hubungan manusiawi, melainkan bertambah dengan unsur yang bersifat Ilahi berdasarkan iman kepada Allah. Dengan sistem hubungan segi tiga itu, sadar lingkungan hidup tidak saja didasarkan pada pengertian secara ilmu pengetahuan, melainkan berlandaskan penemuan diri dan nilai moral yang bersumber pada penghayatan iman kepada Allah sebagai kekuasaan, Pencipta dan Pengatur tunggal. Dengan demikian tumbuh dan berkembang etika lingkungan hidup. Kunci etika lingkungan hidup adalah pengakuan terhadap kekuasaan, kebesaran, kemurahan maupun rahmat Allah dan tanggapan serta tanggung jawab atas kemurahan dan rahmat yang dilimpahkan Allah.
Tiap agama memandang penting akan masalah alam seisinya, baik yang hayati maupun yang berupa benda mati dalam hubungannya dengan lingkungan hidup. Dengan penciptaan alam seisinya ditunjukkan kekuasaan , kebesaran serta kemurahan Allah dan tanggapan serta tanggung jawab atas kemurahan dan rahmat yang dilimpahkan Allah.
Dalam ajaran Kristiani, kekuasaan Tuhan menciptakan alam seisinya secara beruntun dinyatakan dengan firman Tuhan dalam Kitab Perjanjian Lama, Surat Kejadian pasal 1, ayat 1-30. “Maka Allah melihat segala yang diciptakan-Nya itu sungguh amat baik”. (Surat Kejadian, pasal 1, ayat 31). “Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya”. (Surat Kejaian pasal 2, ayat 1).
Dalam rangkaian penciptaan alam seisinya, didalamnya sudah terkandung masalah ekologi dan pelimpahan amanat Tuhan kepada manusia mengelola segala isinya untuk mencukupi keperluan hidupnya. Surat Kejadian, pasal 1 itu dapatlah dipandang sebagai landasan etika lingkungan hidup, mengatur hubungan timbal balik antara manusia dengan unsur-unsur alam dan hubungan manusia dengan Tuhan yang menciptakan dirinya dengan menerima pelimpahan wewenang atas segala isinya alam tanpa merusak ciptaan Tuhan yang “sungguh amat baik”. Peringatan Tuhan dalam Surat Kejadian, pasal 6 akan tingkah laku manusia yang merusak tatanan Tuhan adalah penting dalam hubungannya dengan iman Nabi Nuh as. terhadap Tuhan denagn menyelamatkan segala makhluk hidup ciptaan Tuhan secara ekologi (Surat Kejadian, pasal 7). Penylamatan makhluk berpasangan jantan-betina, 7 pasang yang tidak haram dan 1 pasang yang haram merupakan petunjuk pelestarian keseimbangan system ekologi. Beberapa pasal surat Kejadian itu menunjukkan perhatian ajaran Kristiani akan etika lingkungan hidup.
Sejajar dengan ajaran Kristiani mengenai etika lingkunga hidup, Islam menunjukkan pula perhatiannya. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat digolongkan sebagai “ayat ekologi”. Dalam penciptaan alam semesta, Allah telah menunjukkan kebesaran-Nya serta kemurahan-Nya yang dilimpahkan kepada manusia dengan mengadakan peraturan kerjanya masing-masing ciptaan sebagai dasar pengertian system ekologi dan landasan etika lingkungan hidup, seperti firman Allah dalam Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah ayat 164: “Sesungguhnya tentang ciptaan langit dan bumi, pertukaran malam dan siang, kapal yang berlayar di lautan yang membawa manfaat kepada manusia, air (hujan) yang diturunkan Allah dari langit, lalu dihidupkan-Nya (karena hujan itu) bumi yang sudah mati (kering) dan berkeliaranlah berbagai bangsa binatang, dan perkisaran angin dan awan, sesungguhnya semua itu menjadi bukti kebenaran untuk orang yang mengerti”.
Untuk menjaga keeimbangan ekologi, firman Allah mengatakan; “dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya dapat kalian pikirkan”. (Surah Adz-Dzariyat, ayat 49).
“Tidaklah mereka perhatikan umbi ini berapa banyaknya kami tumbuhkan segala macam jenis yang indah padanya?” (Suray Asy-Syura, ayat 7). “Sesungguhnya dalam hal itu banyak keterangan ; tetapi kebanyakan mereka tidak percaya” (Surah Asy-Syura, ayat 8).
Manusia sebagai sesama makhluk hidup ciptaan Allah dimuliakan kedudukannya dengan sabda-Nya: “sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan lautan, Kami berikan mereka rezeki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dari kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan, dengan kelebihan yang sempurna” (Surat Al-Isra, ayat 70). “Sesungguhnya telah Kami teguhkan kekuasaan kalian di bumi ini dan Kami jadikan di sana lapangan penghidupan kalian, tetapi sedikit sekali kalian berterima kasih” (Surah Al-A’raf, ayat 10).
Dua firman Allah itu yang memberikan kedudukan istimewa pada manusia sudah memberikan tekanan pada wajib bagi umat Islam untuk aktif dalam pengelolaan serta pengembangan lingkungan hidup berdasarkan etika lingkungan. Namun Allah perlu juga memberikan peringatan dengan sabda-Nya : “Telah kelihatan kerusakan di darat dan di laut disebabkan usaha tangan manusia” (Surah Ar-Rum, ayat 41).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar